Jasaview.id

Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) 


Pembelajaran berbasis persoalan (PBM) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan problem based learning (PBL) merupakan hasil penelitian Barrow dan Tamblyn yang pertama kali diterapkan pada pendidikan kesehatan di Universitas McMaster, Kanada, pada tahun 1960-an (Barret, 2005: 13). Berikut ini merupakan beberapa definisi perihal pembelajaran berbasis masalah:

  1. Barrow (1980) (Barrett, 2005: 14) mendefinisikan PBM sebagai “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in the learning process.”
  2. Kreger (1995) mendefinisikan pembelajaran berbasis persoalan sebagai berikut:  “Problem-Based Learning (PBL) is an instructional methodology that uses real-world contexts for in-depth investigations of a subject matter. PBL activities start with an ill-structured problem that serves as a springboard to team engagement. “
  3. Duch (1995) mendefinisikan pembelajaran berbasis persoalan sebagai berikut: “Problem-based learning (PBL), at its most mendasar level, is an instructional method characterized by the use of "real world" problems as a context for students to learn critical thinking and problem solving skills, and acquire knowledge of the essential concepts of the course.”

Dari beberapa definisi di atas, sanggup dikatakan bahwa pembelajaran berbasis persoalan merupakan suatu pembelajaran yang diawali dengan penyajian persoalan yang kontekstual dan tidak sederhana kepada siswa sehingga memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan menemukan pengetahuan konsep esensial dari bahan ajar.


Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam surat kabar pembelajaran Speaking of Teaching, Universitas Stanford (2001: 1-2), dibahas beberapa karakteristik pembelajaran berbasis persoalan yang sanggup disarikan sebagai berikut.
  1. Wilkerson and Gijselaers (1996) claim that PBL is characterized by a student-centered approach, teachers as “facilitators rather than disseminators,” and open-ended problems (in PBL, these are called “ill-structured”) that “serve as the initial stimulus and framework for learning” (pp. 101-102). Students should identify their learning needs, help plan classes, lead class discussions, and assess their own work and their classmates’ work (Gallagher, 1997; Reynolds, 1997). “Students develop a deeper awareness and ownership of important concepts in the course by working on activities, a basic tenet of the constructive approach to learning” (Seltzer, et al., 1996, p. 86). In addition to emphasizing learning by “doing,” PBL requires students to be metacognitively aware (Gijselaers, 1996).
  2. Groupwork is also an essential aspect of PBL for several reasons. First, groupwork helps develop learning communities in which students feel comfortable developing new ideas and raising questions about the material (Allen, Duch, & Groh, 1996). In addition, groupwork enhances communication skills and students’ ability to manage group dynamics. Finally, groupwork is interesting and motivating for students because they become actively involved in the work and are held accountable for their actions by group members (Cohen, 1994).
  3. As noted, in PBL literature the term “ill-structured” isused to describe open-ended problems that have multiple solutions and require students “to look at many methods before deciding on a particular solution” (Shelton & Smith, 1998, p. 21). Educationally sound, ill-structured problems “help students learn a set of important concepts, ideas, and techniques” (Gallagher, 1997, p. 338) because they provoke group discussion and give students experience solving problems encountered by experts in the field.

Selain itu, Higgs (Barrett, 2005: 37) menuliskan perbedaan antara permasalahan pada  problem solving dan problem based learning yang diungkapkan oleh Terry Barrett sebagai berikut.
One of the most important points about problems in Problem-based Learning is that it is not a question that first the students recieve inputs of knowlwdgw e.g. lecture, practicals, handouts, etc., and then “apply” this knowledge to a problem they are presented with later in the learning process. This type of a situation is not Problem-based Learning it is problem solving (Savin-Baden 2000). It is like making a cake when you have already been given the recipe and all the ingredients. One of the defining characteristics of the use in Problem-based Learning is that students are deliberately presented with the problem at the start of the learning process. This is like getting the challenge of preparing a celebratory meal for a special occasion where no recipes or ingredients are given.

Oleh alasannya yaitu itu, menurut paparan di atas dan definisi-definisi mengenai PBM, maka beberapa karakteristik PBM tersebut yaitu sebagai berikut.
  1. Dalam pendekatannya memakai pendekatan yang berpusat pada siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dan siswa berperan sebagai problem solver (pemecah masalah) sehingga mengharuskan siswa melaksanakan penyelidikan autentik untuk melaksanakan upaya penyelesaian dari persoalan tersebut.
  2. Diawali dengan pengajuan permasalahan menurut situasi kehidupan positif yang autentik, tidak sederhana dan memungkinkan terdapat banyak sekali macam metode penyelesaiannya.
  3. Adanya kerja kelompok yang dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan lainnya dalam kelompok kecil untuk memecahkan masalah. Beberapa alasan pentingnya kerja kelompok ini diantaranya yaitu kerja kelompok membantu perkembangan komunitas berguru dalam suasana nyaman untuk mengembangkan inspirasi gres dan pertanyaan perihal pokok bahasan,  memperkaya keterampilan komunikasi dan kemampuan manajerial dinamika kelompok, dan menciptakan ketertarikan serta motivasi bagi para siswa alasannya yaitu mereka berpartisipasi aktif dalam kerja dan sanggup memperhitungkan acara mereka sebagai anggota kelompok.
Tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahapan Pembelajaran
Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi akseptor didik pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi akseptor didik untuk terlibat dalam acara pemecahan masalah, dan mengajukan masalah.
Tahap 2
Mengorganisasi akseptor didik
Membagi akseptor didik kedalam kelompok, membantu akseptor didik mendefinisikan dan mengorganisasikan kiprah berguru yang bekerjasama dengan masalah.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Mendorong akseptor didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapat klarifikasi dan pemecahan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil
Membantu akseptor didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu mereka membuatkan kiprah dengan sesama temannya.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah
Membantu akseptor didik untuk melaksanakan refleksi atau penilaian terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.





(Ibrahim dan Nur, 2005: 13)

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah
Sanjaya (2008: 220-221) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis persoalan (PBM) mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya:
  1. Merupakan teknik yang cukup cantik untuk lebih memahami isi pelajaran.
  2. Dapat menantang kemampuan siswa serta menawarkan kepuasan untuk menemukan pengetahuan gres bagi siswa.
  3. Dapat meningkatakan acara pembelajaran siswa.
  4. Dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami persoalan dalam kehidupan nyata.
  5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, juga sanggup mendorong siswa untuk melaksanakan penilaian sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
  6. Dapat menunjukkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran intinya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar berguru dari guru atau dari buku-buku saja.
  7. Dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
  8. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
  9. Dapat menawarkan kesemnpatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
  10. Mengembangkan minat siswa untuk  secara terus menerus berguru sekalipun berguru pada pendidikan formal telah berakhir.

Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
  1. Disamping kebihan diatas, Sanjaya (2008: 221) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis persoalan juga mempunyai kelemahan, diantaranya:
  2. Manakala siswa tidak mempunyai minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa persoalan yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
  3. Membutuhkan cukup waktu untuk persiapan pembelajaran.
  4. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan berguru apa yang mereka ingin pelajari.
oleh: Ade Siti Nurpatonah
 




Lebih baru Lebih lama
Jasaview.id
Jasaview.id